LKPJ 2024: Jawa Timur Dipuji, Tapi Tantangan Struktural Masih Mengintai

Surabaya, Nusantaradigital.online — Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memaparkan capaian kinerja tahun 2024 dalam Sidang Paripurna DPRD Provinsi Jawa Timur. Di atas kertas, capaian Pemprov Jawa Timur memang impresif: realisasi belanja daerah mencapai 96,14%, pertumbuhan ekonomi digerakkan sektor industri pengolahan, kemiskinan ekstrem berhasil ditekan drastis menjadi 0,66%, dan indeks pembangunan manusia terus meningkat.

Namun, di balik statistik yang menggembirakan, sejumlah persoalan struktural dan kesenjangan pembangunan antarwilayah masih menjadi catatan penting yang tidak bisa diabaikan.

 

Meskipun indeks Theil sebagai indikator ketimpangan wilayah menunjukkan penurunan tipis, namun disparitas antar-Bakorwil tetap mencolok. Bakorwil Madiun mencatat ketimpangan tertinggi (0,9526), sangat kontras dengan Bakorwil Jember (0,0424). Ketimpangan antar kelompok kabupaten/kota justru cenderung meningkat, menunjukkan bahwa pertumbuhan belum merata.

Program JATIM AKSES yang digadang-gadang sebagai solusi konektivitas belum menjangkau wilayah tertinggal secara optimal. Pemerintah memang telah menggulirkan proyek irigasi partisipatif, Trans Jatim, hingga RUTILAHU, tapi output program perlu diverifikasi lebih mendalam dalam konteks efektivitas dan keberlanjutan.

 

Penurunan kemiskinan ekstrem menjadi 0,66% pada Maret 2024 disambut positif, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat perdesaan masih rentan. 60% kepala rumah tangga miskin adalah buruh tani dengan pendidikan rendah, dan upah informal belum mampu mengejar inflasi. Ketimpangan pengeluaran antara kelompok kaya dan miskin memang masuk kategori rendah menurut Bank Dunia, tetapi kontribusi 40% terbawah baru 18,94% terhadap total pengeluaran—masih jauh dari ideal.

 

APBD Jawa Timur menempati posisi ke-2 nasional untuk realisasi belanja, yang disebut sebagai pemicu aktivitas ekonomi. Namun, ketergantungan ini menyiratkan lemahnya daya dorong sektor swasta. Jika belanja pemerintah menjadi satu-satunya motor ekonomi, maka ketahanan ekonomi daerah akan rapuh terhadap fluktuasi fiskal nasional.

 

Tema RKPD 2024 adalah “Transformasi Ekonomi Inklusif”, tetapi sejauh ini transformasi tersebut lebih banyak tampak dalam bentuk program-program jangka pendek. Upaya seperti Petik-Olah-Kemas-Jual, Jatim Puspa, dan Prokesra sudah baik, tapi masih belum menjadi ekosistem berkelanjutan. Program vokasi dan Millennial Job Center menunjukkan arah yang tepat, namun perlu ditopang oleh pembaruan kurikulum dan peningkatan kualitas pelatihan.

 

Jawa Timur layak diapresiasi atas capaian-capaian makroekonominya, namun keberhasilan ini tidak boleh menjadi selubung bagi tantangan struktural yang lebih dalam. Ketimpangan spasial, ketergantungan pada belanja pemerintah, serta rapuhnya basis kesejahteraan di sektor informal perlu segera ditangani dengan pendekatan yang lebih strategis, bukan sekadar program populis.

“Capaian tinggi tanpa pondasi kuat akan berujung pada ketimpangan baru,” kata seorang ekonom dari Universitas Airlangga yang enggan disebut namanya. “Yang kita butuhkan bukan hanya pertumbuhan, tetapi keadilan pembangunan.”

(why)

By why hum

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights