Masih Ada Pasung di Ujung Timur Madura: Nurhasanah Menanti Bebas, Negara Tak Boleh Lalai

Sumenep, Nusantaradigital.online – Ditengah gegap gempita pembangunan dan janji keadilan sosial, praktik pasung masih membayangi hidup sebagian warga di pelosok Jawa Timur. Di Pulau Raas, Kabupaten Sumenep, seorang perempuan bernama Nurhasanah menjadi potret nyata dari kegagalan sistem perlindungan sosial dan kesehatan jiwa yang seharusnya menjangkau semua, tanpa kecuali.

Nurhasanah bukan hanya korban dari penyakit yang tak kasat mata, tapi juga korban dari sistem yang lamban, masyarakat yang minim edukasi, dan negara yang terlalu lama absen. Ia pernah hidup layaknya orang kebanyakan, namun trauma berat akibat perselingkuhan suaminya menghancurkan hidupnya. Ketika gejala gangguan jiwa mulai muncul, ketakutan dan ketidaktahuan keluarganya menjelma menjadi belenggu. Ia dipasung — tidak karena kejahatan, tetapi karena luka batin yang tak dirawat.

 

Harapan baru muncul pada Minggu (18/5/2025), ketika Tim Yankes Bergerak dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dinkes Kabupaten Sumenep, dan Puskesmas Raas mendatangi rumah Nurhasanah. Mereka hadir membawa misi sederhana: membebaskannya dari pasung dan membawanya ke jalan kesembuhan. Namun pertanyaan kritis tetap menggantung: mengapa ia baru dijangkau sekarang?

 

Di wilayah yang sama, seorang remaja bernama Darsono nyaris mengalami nasib serupa. Trauma akibat perundungan membuatnya jatuh ke jurang penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan. Bedanya, Darsono tidak dipasung. Keluarganya memilih mendampingi, dan kini, dengan dukungan layanan kesehatan jiwa, ia mulai pulih. Dua nasib yang bertolak belakang ini mengungkap satu hal: akses informasi dan layanan kesehatan mental di daerah terpencil masih timpang.

 

Program “Jawa Timur Bebas Pasung” yang digulirkan Pemerintah Provinsi sebenarnya menjadi langkah progresif. Namun fakta bahwa praktik pasung masih terjadi pada 2025 di wilayah yang sama sekali tak sulit dideteksi menunjukkan bahwa implementasi di lapangan belum menyentuh akar masalah: edukasi, infrastruktur, dan kecepatan respons.

 

Pasung bukan hanya soal rantai di tangan dan kaki, tapi juga rantai stigma, ketakutan, dan ketidaktahuan. Dalam konteks negara yang menjamin hak atas kesehatan dan hidup yang layak, membiarkan satu saja warga tetap dalam pasung adalah pelanggaran terhadap konstitusi dan nurani bersama.

 

Layanan Kesehatan Jiwa (Keswa) telah disediakan untuk menjangkau Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) maupun Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), dengan akses awal melalui puskesmas, sekolah, hingga RSJ Menur di Surabaya. Tapi sejauh mana layanan ini benar-benar hadir di pulau-pulau kecil seperti Raas? Adakah mekanisme pengawasan dan evaluasi yang menjamin tidak ada lagi Nurhasanah lain yang terlambat ditolong?

 

Masyarakat bisa mengakses informasi layanan Keswa melalui Call Center RSJ Menur di Surabaya: (031) 5021635 atau WhatsApp 0811-3633-120. Tapi siapa yang akan menjembatani mereka yang bahkan tak memiliki ponsel atau sinyal?

 

Menolak pasung adalah tindakan merawat kemanusiaan. Itu bukan sekadar slogan, melainkan panggilan moral untuk semua pihak – pemerintah, tenaga kesehatan, media, tokoh masyarakat, dan kita semua – untuk hadir dan bekerja, terutama di daerah yang paling sunyi dari sorotan.

 

Pulau Raas sudah terlalu lama sunyi. Kini saatnya suara Nurhasanah menggema: bahwa setiap manusia berhak untuk merdeka, lahir dan batin. (why)

By why hum

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights