May Day 2025 di Jawa Timur: Panggung Seremonial atau Titik Balik Perjuangan Buruh?

Surabaya, Nusantaradigital.online – Ribuan buruh dari berbagai organisasi turun ke Jalan Pahlawan, Surabaya, dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day), Kamis (1/5/2025). Acara berlangsung tertib dan meriah, diwarnai dengan orasi, teatrikal aksi, dan penyerahan aspirasi langsung kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.

Didampingi Forkopimda dan Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak, Khofifah menandatangani 17 aspirasi buruh yang diajukan serikat pekerja. “Kami ingin saudara-saudara bisa mengakses pekerjaan dengan hasil layak dan memenuhi kebutuhan keluarga,” ujar Khofifah dari atas panggung.

 

Namun, di balik prosesi seremonial ini, sejumlah buruh tetap menyuarakan kegelisahan. Sulastri (37), buruh pabrik tekstil asal Sidoarjo, mengaku skeptis:

“Tiap tahun kami datang, tiap tahun kami kasih tuntutan. Tapi kenyataannya, gaji saya masih di bawah Rp3 juta, kontrak saya belum diangkat tetap, dan lembur sering tidak dibayar,” ujarnya sambil membawa poster bertuliskan ‘May Day adalah Hari Perlawanan’.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua SPSI Jatim, Achmad Fauzi, mengapresiasi iklim kondusif dalam peringatan ini. Namun ia juga menekankan bahwa kritik tetap harus disuarakan:

“Meskipun banyak tantangan internal di kalangan buruh, hati kami tetap dingin. Kami hadir bukan untuk memusuhi, tetapi untuk memberi solusi dan membangun kritik konstitusional. Terima kasih Ibu Gubernur yang sudah membuka ruang dialog dengan menandatangani 17 aspirasi ini.”

 

Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga menyerahkan santunan simbolik berupa Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kecelakaan Kerja kepada tiga buruh. Namun gesture ini dinilai sebagian kalangan hanya menyentuh permukaan persoalan.

 

Dwi Raharjo (42), buruh pabrik logam asal Gresik, mengungkapkan keprihatinannya:

“Kami butuh sistem pengupahan yang adil, bukan sekadar santunan per kasus. Hari ini kami diberi perhatian, tapi besok kami kembali ke pabrik yang penuh tekanan dan minim perlindungan.”

 

Momen paling emosional terjadi ketika massa buruh secara serempak meneriakkan:

“Hidup Buruh! Hidup Gubernurnya Wong Cilik!”

 

Yel-yel ini menggema kuat di depan Gedung Negara Grahadi, namun juga menyisakan pertanyaan: apakah pekikan itu adalah bentuk harapan tulus atau hanya euforia sesaat dari tradisi tahunan yang belum juga menyentuh substansi?

 

Jika pemerintah benar-benar mendengar, maka May Day 2025 semestinya menjadi lebih dari sekadar seremoni. Ia harus menjadi tonggak konsolidasi gerakan buruh untuk menagih keadilan yang selama ini hanya dijanjikan, tapi belum ditegakkan. (why)

By why hum

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights