
Surabaya, Nusantaradigital.online — Rapat Paripurna DPRD Jawa Timur kembali digelar hari ini dalam suasana khidmat dan formal. Acara diawali dengan doa bersama serta ucapan selamat ulang tahun kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dari pimpinan dewan. Namun nuansa syukur dan penghargaan tersebut segera beralih menjadi forum kritik konstruktif ketika para juru bicara fraksi-fraksi menyampaikan pandangan akhir terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Timur Tahun Anggaran 2024.
Fraksi Partai Gerindra menjadi salah satu fraksi pertama yang menyampaikan sikapnya secara terbuka. Melalui juru bicaranya, Ahmad Zainuddin, Fraksi Gerindra menegaskan bahwa meskipun mereka menyetujui LKPJ Gubernur, banyak catatan strategis yang tidak bisa diabaikan.
Dalam pidatonya, Fraksi Gerindra secara gamblang menyoroti persoalan ketimpangan wilayah yang masih membayangi Jawa Timur. Tiga kabupaten di Pulau Madura disebut sebagai contoh konkret, di mana Indeks Pembangunan Manusia (IPM)-nya masih di bawah angka 70.
“Kawasan di luar Gerbangkertosusila, khususnya di Madura, memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan tidak bisa disamaratakan. Ini bukan sekadar kritik, melainkan dorongan lahirnya strategi pembangunan yang mempertimbangkan karakteristik lokal,” ujar Ahmad.
Fraksi Gerindra juga menyoroti tajam soal inkonsistensi data kemiskinan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data peserta bantuan sosial dari BPJS Kesehatan. Perbedaan angka hampir 11 juta jiwa menurut mereka adalah indikasi lemahnya sistem pendataan.
“Disparitas antara data BPS sebesar 9,56% dan BPJS Kesehatan yang mencapai 14,99% merupakan refleksi penting atas perlunya sistem pendataan kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran,” tegasnya.
Meski capaian indeks reformasi birokrasi naik signifikan, Fraksi Gerindra menilai peningkatan tersebut belum sepenuhnya mencerminkan perbaikan dalam pelayanan publik. Mereka mengingatkan agar reformasi birokrasi tidak hanya menjadi perbaikan administratif semata.
“Transformasi birokrasi sejatinya harus dirasakan langsung oleh masyarakat, bukan sekadar angka dalam laporan,” ujar Ahmad.
Isu pengelolaan aset daerah senilai Rp56,3 triliun juga turut disorot. Fraksi Gerindra meminta agar aset-aset yang selama ini kurang produktif dapat dikembangkan menjadi sumber kesejahteraan baru melalui model bisnis kreatif.
Lebih lanjut, mereka menyinggung kasus kredit fiktif di Bank Jatim cabang Jakarta yang berpotensi merugikan hingga Rp560 miliar.
“Kasus ini harus menjadi pelajaran serius dalam memperkuat tata kelola dan akuntabilitas di tubuh BUMD kita,” tegasnya, seraya menyerukan reformasi menyeluruh di Bank Jatim.
Di akhir penyampaian, Fraksi Gerindra menyatakan menerima dan menyetujui LKPJ Gubernur. Namun, mereka memberikan enam rekomendasi strategis, antara lain:
-
Pembangunan berbasis karakteristik wilayah untuk kurangi ketimpangan;
-
Penyusunan masterplan pemanfaatan aset daerah;
-
Reformasi tata kelola BUMD, terutama Bank Jatim;
-
Sistem pendataan kemiskinan lintas instansi yang lebih akurat;
-
Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja;
-
Model pengelolaan lingkungan yang lebih terintegratif.
Sikap Fraksi Gerindra menunjukkan posisi politik yang menarik: mendukung Gubernur secara formal, namun tetap menyampaikan kritik yang tajam dan substansial.
“Kami berharap semua catatan ini menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan ke depan. Jawa Timur harus menjadi provinsi yang lebih adil, makmur, unggul dan berkeadaban,” tutup Ahmad. (why)