Surabaya, Nusantaradigital.online – Hari ini, lokakarya penting diadakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD Jatim). Lokakarya ini bertujuan untuk merumuskan strategi dan rencana implementasi Unit Layanan Disabilitas Penanggulangan Bencana (ULD PB) di Jawa Timur
Lokakarya Inisiasi Unit Layanan Disabilitas Penanggulangan Bencana (ULD PB) Provinsi Jawa Timur ini diselenggarakan di Ruang Airlangga Lantai 3 Hotel Santika Premiere Gubeng Surabaya, Selasa (2/4/2024).
Dalam sambutannya, Kalaksa BPBD Jawa Timur, Gatot Soebroto melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan (PK) BPBD Provinsi Jawa Timur, Bige Agus Wahjuono menyampaikan melalui pembentukan dan penyelenggaraan Unit Layanan Disabilitas (ULD) PB, diharapkan dapat menjawab tantangan sekaligus kebutuhan penyelenggaraan PB yang mengedepankan kesetaraan dan inklusivitas. Unit ini berada dalam kelembagaan BPBD Provinsi Jawa Timur yang bertugas membantu menjalankan fungsi terkait layanan inklusi disabilitas dalam PB di Provinsi Jawa Timur.
“Disabilitas tidak bisa dilihat dari sisi kekurangan saja, tetapi juga kapasitas mereka yang sangat kita butuhkan dalam penanggulangan bencana,” ujar Bige.
Program mereka akan menjadi bagian dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan BPBD, yang implementasinya sejak inisiasi hingga penyelenggaraannya dapat dikelola bersama multi pihak dalam sebuah bentuk kesepakatan bersama.

Pembentukan ULD PB ini juga didasarkan pada Peraturan Kepala (Perka) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) No 14/2014 tentang Penanganan, Perlindungan, dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam PB.
Bige menekankan pentingnya memastikan kesiapan dan perlindungan semua warga, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus, dalam menghadapi ancaman bencana. “Tidak boleh ada satu pun warga yang tertinggal dalam rencana penanggulangan bencana kita. Unit Layanan Disabilitas Penanggulangan Bencana akan menjadi langkah besar menuju inklusivitas dalam kesiapsiagaan bencana di Jawa Timur,” ujarnya.
Sepanjang tahun 2023, tercatat ada 117 angka kejadian bencana di Jawa Timur. Kejadian bencana ini berdampak terhadap puluhan ribu keluarga. Berdasarkan hasil Kajian Risiko Bencana Provinsi Jawa Timur tahun 2022-2026, ada 14 jenis bencana yang berpotensi terjadi di provinsi ini.
Penyandang disabilitas merupakan salah satu kelompok yang berisiko tinggi terhadap ancaman bencana tersebut. Saat terjadi peristiwa-peristiwa seperti gempa, cuaca ekstrem, dan berbagai fenomena lainnya yang mengakibatkan bencana, besar kemungkinan terdapat penyandang disabilitas yang menjadi korban.
Hal itu bisa disebabkan karena keterbatasan akses fisik untuk menyelamatkan diri dan bertahan secara fisik maupun mental. Sementara itu, tidak menutup kemungkinan bencana juga dapat menyebabkan bertambahnya jumlah penyandang disabilitas.
Kondisi mereka yang rentan ini akan semakin membuat mereka terdampak secara signifikan apabila penyelenggaraan penanggulangan bencana (PB) tidak responsif Gender, Disabilitas dan Iklusi Sosial (GEDSI). Perlu dipahami, PB merupakan urusan bersama, yang perlu diselenggarakan secara kolaboratif dan mengedepankan kesetaraan dan inklusivitas. Semua orang, tanpa memandang status atau kondisi, mampu bertahan, pulih dan beradaptasi dengan risiko bencana.
Sayangnya, informasi, layanan, dan sumber daya yang tersedia acapkali tidak dapat diakses oleh kelompok disabilitas. Semua hal tersebut tidak ramah terhadap kondisi ketebatasan mereka sehingga berpotensi mengganggu hak-hak penyandang disabilitas dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Maka, untuk hasil PB yang baik, kelompok disabilitas tidak dapat dipandang sebagai obyek. Mereka juga harus diposisikan sebagai aktor yang terlibat aktif dalam proses perencanaan,

perancangan, pelaksanaan, serta monitoring evaluation dan merangkai pembelajaran untuk peningkatan peran disabilitas dalam PB yang semakin efektif. Kelompok-kelompok disabilitas ini memiliki pengetahuan dan pengalaman unik tentang kebutuhan mereka sendiri dalam situasi bencana.
“Teman-teman disabilitas dapat berkontribusi sesuai kemampuan mereka,” tegas Anchilla Bere, Koordinator Program Siap Siaga Jawa Timur.
Mereka perlu terlibat dalam upaya pengurangan risiko bencana (PRB). Pelibatan ini dilakukan dalam kerangka pra bencana, tanggap darurat, hingga pascabencana.
Untuk itu, kolaborasi dan kerjasama para pihak termasuk organisasi penyandang disabilitas (OPDis) perlu dibangun. Langkah ini untuk memahami kebutuhan dan tantangan yang dihadapi kelompok disabilitas dalam situasi bencana, serta untuk terlibat dalam mengembangkan strategi PB yang inklusif.
Disampaikan pula oleh Adi Gunawan, Ketua Adi Gunawan Institute dan Konsultan Program Disabilitas, bahwa wawasan masyarakat, pemerintah dan lembaga yang terkait tentang disabilitas masih kurang.
“Keterlibatan disabilitas masih bersifat parsial dan belum menyeluruh dalam program pemerintah,” ungkap Adi yang juga seorang tuna netra.
Badan atau kegiatan bertema disabilitas hanya dibentuk saja, tetapi tidak disertai oleh perspektif yang benar tentang disabilitas. Apalagi, stigma masyarakat masih kuat dan mereka banyak yang meragukan kemampuan orang disabilitas. Selain itu, etika cara berinteraksi yang sesuai hak asasi manusia itu seperti apa belum tercapai.
Bergas Catursari Penanggungan selaku Kepala Pelaksana Harian BPBD Jawa Tengah berbagi cerita. BPBD Jawa Tengah sudah memiliki ULD PB dan saat kejadian banjir di Demak, para orang disabilitas membantu proses PB di sana saat terjadi banjir.
“Baju pantas pakai sisa banyak, hampir memenuhi lapangan futsal. Akhirnya, dipakai untuk isian bantal buat warga yang bantalnya pada rusak karena banjir,” tuturnya.
Baju-baju bekas itu tidak perlu dipotong-potong rapi. Beberapa baju utuh langsung dimasukkan ke sarung bantal. Menurut Bergas, cara berpikir dengan logika sederhana itulah yang membantu mereka menangani PB untuk korban bencana sekaligus memberdayakan rekan disabilitas.
Salah satu peserta, Joko, seorang aktivis disabilitas, menyambut baik inisiatif ini. “Ini adalah langkah yang sangat penting untuk memastikan bahwa orang-orang dengan disabilitas tidak terpinggirkan dalam situasi bencana. Dengan ULD PB, kami dapat memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi, layanan, dan bantuan yang dibutuhkan selama masa darurat,” katanya dengan antusias.
Lokakarya ini diharapkan akan menghasilkan rekomendasi konkret dan langkah-langkah implementasi yang akan segera dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan berbagai pemangku kepentingan. Dengan demikian, Jawa Timur dapat menjadi contoh dalam upaya meningkatkan inklusi dan perlindungan bagi semua warganya, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus, dalam menghadapi bencana.
Turut Hadir dalam acara sekaligus menjadi materi pembuka yaitu Direktur Kesiapsiagaan BNPB Pangarso Suryotomo, Kalakhar BPBD Jawa Tengah, Bergas C Penanggungan, Ketua Unit LiDI PB Jawa Tengah (Unit Layanan Inklusi Disabilitas Penanggulangan Bencana), Edy Supriyanto, Koordinator Siap Siaga Jawa Timur, Ancilla Bere, perwakilan disabilitas dari Tim DPIT HWDI (Disability Perspective Interaction Training – Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia), Adi Gunawan, perwakilan Bappeda Provinsi, perwakilan Perangkat Daerah Provinsi, perwakilan Dharma Wanita BPBD Jatim, Organisasi Penyandang Disabilitas, Organisasi Perempuan, Muslimat NU, Aisyah. (why)